Kamis, 06 Maret 2014
Bimo dan Dewo Ruci
.....Bimo atau Sena yang
juga adalah murid guru Durno diberikan
ajaran: bahwa dalam mencapai
kesempurnaan demi kesucian badan ,Sena
diharuskan mengikuti perintah sang Guru
untuk mencari air suci penghidupan ke
hutan Tibrasara. Selanjutnya dikatakan, bahwa
letak air suci ada di hutan Tibrasara,
dibawah Gandawedana, di gunung
Candramuka, di dalam gua. Setelah sampai di gua gunung Candramuka,
air yang dicari ternyata tidak ada, lalu gua
disekitarnya diobrak-abrik. Raksasa
Rukmuka dan Rukmakala yang berada di
gua terkejut, marah dan mendatangi Sena.
Namun walau telah dijelaskan niat
kedatangannya, kedua raksasa itu karena
merasa terganggu akibat ulah Sena, tetap
saja mengamuk. Terjadi perkelahian
…….Namun dalam perkelahian dua
Raksaksa tersebut kalah,
Kemudian sena kembali kpada gurunya,singkat cerita sena meneruskan pencarian air suci itu, yaitu ke
tengah samudera. Sena berangkat pergi, tanpa rasa takut
keluar masuk hutan, naik turun gunung,
yang akhirnya tiba di tepi laut. Sang ombak
bergulung-gulung menggempur batu
karang bagaikan menyambut sena.
Dengan suka cita ia lama memandang laut
dan keindahan isi laut, kesedihan sudah
terkikis, menerawang tanpa batas, lalu ia
memusatkan perhatian tanpa memikirkan
marabahaya, dengan semangat yang
menyala-nyala mencebur ke laut,
Alkisah ada naga sebesar segara anakan,
pemangsa ikan di laut, wajah liar dan
ganas, berbisa sangat mematikan, mulut
bagai gua, taring tajam bercahaya, melilit
Sena sampai hanya tertinggal lehernya,
menyemburkan bisa bagai air hujan. Sena
bingung dan mengira cepat mati, tapi saat
lelah tak kuasa meronta, ia teringat segera
menikamkan kukunya, kuku Pancanaka,
menancap di badan naga, darah memancar
deras,& naga besar itupun mati.
Kembali dikisahkan Sang Wrekudara yang
masih di samudera, ia bertemu dengan
dewa berambut panjang, seperti anak kecil
bermain-main di atas laut, bernama Dewa
Ruci. Lalu ia berbicara :”Sena apa kerjamu,
apa tujuanmu, tinggal di laut, semua serba
tidak ada tak ada yang dapat di makan,
tidak ada makanan, dan tidak ada pakaian.
Hanya ada daun kering yang tertiup angin,
jatuh didepanku, itu yang saya makan”.
Dikatakan pula :”Wahai Wrekudara, segera
datang ke sini, banyak rintangannya, jika
tidak mati-matian tentu tak akan dapat
sampai di tempat ini, segalanya serba sepi.
Tidak terang dan pikiranmu memaksa,
dirimu tidak sayang untuk mati, memang
benar, disini tidak mungkin ditemukan” Kemudian dikatakan :”Jangan pergi bila
belum jelas maksudnya, jangan makan bila
belum tahu rasa yang dimakan, janganlah
berpakaian bila belum tahu nama
pakaianmu. Kau bisa tahu dari bertanya,
dan dengan meniru juga, jadi dengan
dilaksanakan, demikian dalam hidup, ada
orang bodoh dari gunung akan membeli
emas, oleh tukang emas diberi kertas
kuning dikira emas mulia. Demikian pula
orang berguru, bila belum paham, akan
tempat yang harus disembah”.
Wrekudara masuk tubuh Dewa Ruci
menerima ajaran tentang Kenyataan
“Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke
dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil
tertawa sena bertanya :”Tuan ini bertubuh
kecil, saya bertubuh besar, dari mana
jalanku masuk, kelingking pun tidak
mungkin masuk”.Dewa Ruci tersenyum dan
berkata lirih:”besar mana dirimu dengan
dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan
gunung, samudera dengan semua isinya,
tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.
Atas petunjuk Dewa Ruci, Sena masuk ke
dalam tubuhnya melalui telinga kiri. Dan
tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas,
tak tahu mana utara dan selatan, tidak
tahu timur dan barat, bawah dan atas,
depan dan belakang. Kemudian, terang,
tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar,
dan diketahui lah arah, lalu matahari,
nyaman rasa hati.
Ada empat macam benda yang tampak oleh
Sena, yaitu hitam, merah kuning dan putih.
Lalu berkatalah Dewa Ruci: “Yang pertama
kau lihat cahaya, menyala tidak tahu
namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya
ada di dalam hatimu, yang memimpin
dirimu, maksudnya hati, disebut muka
sifat, yang menuntun kepada sifat lebih,
merupakan hakikat sifat itu sendiri. Lekas
pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu
jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati
itulah, menandai pada hakikatmu,
sedangkan yang berwarna merah, hitam,
kuning dan putih, itu adalah penghalang
hati.
Yang hitam kerjanya marah terhadap
segala hal, murka, yang menghalangi dan
menutupi tindakan yang baik. Yang merah
menunjukkan nafsu yang baik, segala
keinginan keluar dari situ, panas hati,
menutupi hati yang sadar kepada
kewaspadaan. Yang kuning hanya suka
merusak. Sedangkan yang putih berarti
nyata, hati yang tenang suci tanpa
berpikiran ini dan itu, perwira dalam
kedamaian. Sehingga hitam, merah dan
kuning adalah penghalang pikiran dan
kehendak yang abadi, persatuan Suksma
Mulia.
Lalu Wrekudara melihat, cahaya memancar
berkilat, berpelangi melengkung, bentuk
zat yang dicari, apakah gerangan itu ?!
Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari
(air suci), yang dilihat itu yang tampak
berkilat cahayanya, memancar bernyala-
nyala, yang menguasai segala hal, tanpa
bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud
dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal,
hanya terdapat pada orang-orang yang
awas, hanya berupa firasat di dunia ini,
dipegang tidak dapat, adalah Pramana, yang
menyatu dengan diri tetapi tidak ikut
merasakan gembira dan prihatin,
bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut
makan dan minum, tidak ikut merasakan
sakit dan menderita, jika berpisah dari
tempatnya, raga yang tinggal, badan tanpa
daya. Itulah yang mampu merasakan
penderitaannya, dihidupi oleh suksma,
ialah yang berhak menikmati hidup,
mengakui rahasia zat.
Kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma
yang menguasai segalanya, Pramana bila
mati ikut lesu, namun bila hilang,
kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang
ditemui, kehidupan suksma yang
sesungguhnya, Pramana Anresandani.
Jika ingin mempelajari dan sudah
didapatkan, jangan punya kegemaran,
bersungguh-sungguh dan waspada dalam
segala tingkah laku, jangan bicara gaduh,
jangan bicarakan hal ini secara sembunyi-
sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika
berselisih, jangan memanjakan diri, jangan
lekat dengan nafsu kehidupan tapi
kuasailah.
Tentang keinginan untuk mati agar tidak
mengantuk dan tidak lapar, tidak
mengalami hambatan dan kesulitan, tidak
sakit, hanya enak dan bermanfaat,
peganglah dalam pemusatan pikiran,
disimpan dalam buana, keberadaannya
melekat pada diri, menyatu padu dan sudah
menjadi kawan akrab. Sedangkan Suksma
Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat
dipisahkan, tak berbeda dengan
kedatangannya waktu dahulu, menyatu
dengan kesejahteraan dunia, mendapat
anugerah yang benar, persatuan manusia/
kawula dan pencipta/Gusti. Manusia
bagaikan wayang, Dalang yang memainkan
segala gerak gerik dan berkuasa antara
perpaduan kehendak, dunia merupakan
panggungnya, layar yang digunakan untuk
memainkan panggungnya.
Penerima ajaran dan nasehat ini tidak
boleh menyombongkan diri, hayati dengan
sungguh-sungguh, karena nasehat
merupakan benih. Namun jika ditemui
ajaran misalnya kacang kedelai disebar di
bebatuan tanpa tanah tentu tidak akan
dapat tumbuh, maka jika manusia
bijaksana, tinggalkan dan hilangkan, agar
menjadi jelas penglihatan sukma, rupa dan
suara. Hyang Luhur menjadi badan Sukma
Jernih, segala tingkah laku akan menjadi
satu, sudah menjadi diri sendiri, dimana
setiap gerak tentu juga merupakan
kehendak manusia, terkabul itu namanya,
akan segala keinginan, semua sudah ada
pada manusia, semua jagad ini karena diri
manusia, dalam segala janji janganlah
ingkar.
Jika sudah paham akan segala tanggung
jawab, rahasiakan dan tutupilah. Yang
terbaik, untuk disini dan untuk disana juga,
bagaikan mati di dalam hidup, bagaikan
hidup dalam mati, hidup abadi selamanya,
yang mati itu juga. Badan hanya sekedar
melaksanakan secara lahir, yaitu yang
menuju pada nafsu.
Wrekudara setelah mendengar perkataan
Dewa Ruci, hatinya terang benderang,
menerima dengan suka hati, dalam hati
mengharap mendapatkan anugerah wahyu
sesungguhnya. Dan kemudian dikatakan
oleh Dewa Ruci :”Sena ketahuilah olehmu,
yang kau kerjakan, tidak ada ilmu yang
didatangkan, semua sudah kau kuasai, tak
ada lagi yang dicari, kesaktian, kepandaian
dan keperkasaan, karena kesungguhan hati
ialah dalam cara melaksanakan.
Dewa Ruci selesai menyampaikan
ajarannya, Wrekudara tidak bingung dan
semua sudah dipahami, lalu kembali ke
alam kemanusiaan, gembira hatinya,
hilanglah kekalutan hatinya, dan Dewa Ruci
telah sirna dari mata,keluarlah ia dari dlm samudra.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar