Kamis, 06 Maret 2014
Biografi Sultonul Aulia Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau
usia ibunya 60 tahun. Ada yang menyatakan
bahwa pada usia 60 tahun tidak ada wanita
yang bisa hamil lagi. Ibu beliau bernama
Fathimah binti Syekh Abdullah Ash-Shauma’i.
Setelah lahir Syekh Abdul Qodir tidak mau
menyusupada saat bulan Ramadhan, sehingga
jika masyarakat tidak dapat melihat hilal
penentuan bulan Ramadhan, masyarakat
mendatangi ayah Syekh Abdul Qodir. Jika ayah
beliau menjawab “hari ini anakku tidak
menyusu maka orang-orangpun mengerti
bahwa bulan Ramadhan telah tiba”.
Abul Hasan An-Nadawi, dalam kitabnya “Rijalul
Fikri wal da’wah wal Islam” (Tokoh-tokoh
Intelektual Da’wah dan Islam) mengisahkan
tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jailanisebagai
berikut :
“Majelis beliau (Abdul Qadir) dihadiri oleh
tujuh puluh ribu orang. Di tangannya lebih dari
lima ribu orang Yahudi dan Nasrani masuk
Islam, dan lebih dari seratus orang yang sesat
bertaubat. Beliau buka pintu bai’at dan taubat
di bawah bimbingannya. Maka masuklah ke
dalam bimbingannya orang-orang yang
jumlahnya hanya diketahui oleh Allah, sehingga
keadaan umat semakin membaik dan keislaman
mereka pun semakin mendalam.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Thariqat
Qadiriyah
Saat usia 8 tahun, beliau sudah me-ninggalkan
kota kelahirannya menuju Baghdad, yang saat
itu Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu
pengetahuan. Selanjutnya pada tahun 521
H/1127 M, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa
agama kepada masyarakat hingga beliau dikenal
masyarakat luas. Selama 25 tahun, be-liau
menghabiskan waktunya sebagai pengembara di
Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh
dunia sebagai tokoh besar yang harum
namanya dalam dunia Islam.
Sejak itulah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
disebut-sebut sebagai tokoh sufi yang
mendirikan Tariqhat Qodiriyah, sebuah istilah
yang tidak lain berasal dari namanya. Tariqhat
ini terus berkem-bang dan banyak diminati
oleh kaum muslimin. Meski Irak dan Syiria
disebut sebagai pusat dari pergerakan Tariqhat
ini, namun pengikutnya berasal dari belahan
negara muslim lainnya, seperti Yaman, Turki,
Mesir, India, hingga se-bagian Afrika dan Asia.
Perkembangan Tariqhat ini semakin melesat,
terlebih pada abad ke ke 15 M. Di India
misalnya, Tariqhat Qadiriyah berkembang luas
setelah Muhammad Ghawsh (1517 M)
memimpin Tariqhat ini. Dia juga mengaku
sebagai keturunan dari Syaikh Abdul Qadir al-
Jailani. Di Turki ada Ismail Rumi (1041 H/1631
M) yang diberi gelar mursyid kedua dari
Tariqhat Qadiriyah. Adapun di Makkah,
penyebaran Tariqhat Qodiriyah sudah bermula
sejak 1180 H/1669 M.
Berbeda dengan beberapa Tariqhat lainnya,
Tariqhat Qadiriyah dikenal sebagai Tariqhat
yang luwes. Dalam pan-dangan shufi, seseorang
yang sudah mencapai derajat mursyid (guru)
tidak mesti harus mengikuti Tariqhat guru di
atasnya lagi. Ia memiliki hak untuk memperluas
Tariqhat Qadiriyah dengan membuat Tariqhat
baru, asalkan sejalan dengan Tariqhat
Qadiriyah.
Adapun di Indonesia, Thariqat Qa-diriyah
berkembang pesat yang berasal dari kawasan
Makkah, Arab Saudi. Thariqat Qadiriyah
menyebar ke Indonesia pada abad ke-16,
khususnya di seluruh Pulau Jawa. Ada beberapa
pesantren yang menjadi pusat pergerakan
Thariqat Qadiriyah ini. Sebut saja seperti
Pesan-tren Suryalaya Tasikmalaya (Jawa Ba-
rat), Pesantren Mranggen (Jawa Tengah), dan
Pesantren Tebuireng Jombang (Ja-wa Timur).
Sebagai informasi tambahan, orga-nisasi agama
di Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari
Thariqat Qadiriyah adalah Nahdhatul Ulama
(NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun
1926. Ada juga organisasi lain seperti al-
Washliyah dan Thariqat Qadiriyah Naqsa-
bandiyah yang merupakan organisasi resmi di
Indonesia.
Karya-karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Berikut adalah beberapa kitab yang menjadi
karya tulis beliau:
1. Al-Ghunyah li Thalib Thariiq al-Haq fi al-
Akhlaq wa al-Tashawuf wa al-Adab al-
Islamiyah.
2. Futuh al-Ghaib
3. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faidl al-Rahmani
Demikianlah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang
hidup dengan penuh pengabdiannya kepada
Islam. Beliau wafat pada malam Sabtu ba’da
maghrib di daerah Babul Azajwafat, Baghdad,
pada tanggal 8 Rabiul Akhir 561 H / 1166 M.
Jenazahnya dimakamkan di madrasahnya
sendiri setelah disaksikan oleh ribuan jama’ah
yang tak terhitung jumlahnya.
_________________________________________
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar