Jumat, 14 Maret 2014

Dimensi Ruh Manusia

Menurut Ibnu Zakariya (w. 395 H / 1004 M) menjelaskan bahwa kata al-ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra, wawu, ha; mempunyai arti dasar besar, luas dan asli. Makna itu mengisyaratkan bahwa al-ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia Al-Raqib al-Asfahaniy (w. 503 H / 1108 M), menyatakan di antara makna al-Ruh adalah al-Nafs (jiwa manusia). Makna disini adalah dalam arti aspek atau dimensi, yaitu bahwa sebagian aspek atau dimensi jiwa manusia adalah al-ruh. Nyawa (ruh) menurut al- Ghazali mengandung dua pengertian, pertama : tubuh halus (jisim lathif). Sumbernya itu lubang hati yang bertubuh. Lalu bertebar dengan perantaraan urat-urat yang memanjang ke segala bagian tubuh yang lain. Mengalirnya dalam tubuh, membanjirnya cahaya hidup, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari padanya kepada anggota-anggotanya itu, menyerupai membanjirnya cahaya dari lampu yang berkeliling pada sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kepada sebagian dari rumah, melainkan terus disinarinya dan hidup itu adalah seperti cahaya yang kena pada dinding. Dan nyawa itu adalah seperti lampu. Berjalannya nyawa dan bergeraknya pada batin adalah seperti bergeraknya lampu pada sudut-sudut rumah, dengan digerakkan oleh penggeraknya. Pengertian kedua yaitu yang halus dari manusia, yang mengetahui dan yang merasa. Dan itulah tentang salah satu pengertian hati, serta itulah yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dengan firman-Nya: dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". Dan itu adalah urusan ketuhanan yang menakjubkan, yang melemahkan kebanyakan akal dan paham dari pada mengetahui hakikatnya. Dengan adanya al-ruh dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi makhluk yang istimewa, unik, dan mulia. Inilah yang disebut sebagai khayalan akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk lainnya. Al-Qur’an menjelaskan hal ini dalam QS. Al- Mu’minun : 14. Kata al-Ruh disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 24 kali, masing-masing terdapat dalam 19 surat yang tersebar dalam 21 ayat. Dalam 3 ayat kata al-ruh berarti pertolongan atau rahmat Allah, dalam 11 ayat yang berarti Jibril, dalam 1 ayat bermakna wahyu atau al-Qur’an, dalam 5 ayat lain al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia. Mengenai ruh ada beberapa karakteristik, antara lain : 1. Ruh berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah / bumi 2. Ruh adalah unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia. Ruh yang berasal dari Allah itu merupakan sarana pokok untuk munajat kehadirat- Nya 3. Ruh tetap hidup sekalipun kita tidur / tak sadar 4. Ruh dapat menjadi kotor dengan dosa dan noda, tapi dapat pula dibersihkan dan menjadi suci. 5. Ruh karena sangat lembut dan halusnya mengambil “wujud” serupa “wadah”-nya, parallel dengan zat cair, gas dan cahaya yang “bentuk”-nya serupa tempat ia berada. 6. Tasawuf mengikutsertakan ruh kita beribadah kepada Tuhan 7. Tasawuf melatih untuk menyebut kalimat Allah tidak saja sampai pada taraf kesadaran lahiriah, tapi juga tembus ke dalam alam rohaniah. Kalimat Allah yang termuat dalam ruh itu pada gilirannya dapat membawa ruh itu sendiri ke alam ketuhanan. Dimensi psikis manusia yang bersumber secara langsung dari Tuhan ini adalah dimensi al-ruh. Dimensi al- ruh ini membawa sifat-sifat dan daya- daya yang dimiliki oleh sumbernya, yaitu Allah. Perwujudan dari sifat- sifat dan daya-daya itu pada gilirannya memberikan potensi secara internal di dalam dirinya untuk menjadi khalifah Allah, atau wakil Allah. Khalifah Allah dapat berarti mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah. Tegasnya bahwa dimensi al-ruh merupakan daya potensialitas internal dalam diri manusia yang akan mewujud secara aktual sebagai khalifah Allah. Dalam al-Qur’an dijelaskan kata al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia. Berikut dijelaskan bahwa Allah “meniup”-kan ruh-Nya ke dalam jiwa dan jasad manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut ini : ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺳَﻮَّﻳْﺘُﻪُ ﻭَﻧَﻔَﺨْﺖُ ﻓِﻴﻪِ ﻣِﻦ ﺭُّﻭﺣِﻲ ﻓَﻘَﻌُﻮﺍْ ﻟَﻪُ ﺳَﺎﺟِﺪِﻳﻦَ } ﺍﻟﺤﺠﺮ : {29 “ Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS. Al- Hijr : 29) Berdasarkan ayat di atas, kata ruh dihubungkan dengan Allah. Istilah yang digunakan untuk menyatakan hubungan itu juga beragam, seperti al- ruh minhu ruhina, ruhihi, al-ruhiy, ruh min amri rabbi. Selanjutnya, ruh Allah itu diciptakan kepada manusia melalui proses al-nafakh. Berbeda dengan al- nafs, sebab nafs telah ada sejak nutfan dalam proses konsepsi, sedangkan ruh baru diciptakan setelah nutfah mencapai kondisi istimewa. Karena itu merupakan dimensi jiwa yang khusus bagi manusia. Tasawuf Islam mengajarkan metode dan teknik-teknik munajat dan shalat khusyuk guna meningkatkan derajat ruh mencapai taraf al-nafs al- muthmainnah / lebih tinggi lagi. Sehingga diharapkan manusia dapat mengembangkan diri mencapai kualitas insan kamil. Adapun ruh diciptakan jauh sebelum manusia dilahirkan, berfungsi semasa hidup dan setelah meninggal ruh akan pindah ke alam baqa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ke dalam hadirat Ilahi. Jadi ruh itu ada dalam diri manusia, tapi tak kasat mat (invisible) karena sangat halus, gaib serta dimensinya yang jauh lebih tinggi dari alam pikiran, serta tahapannya pun di atas alam sadar. Ruh dengan demikian merupakan salah satu dimensi yang ada pada manusia di samping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan, yang ada sebelum dan sesudah masa kehidupan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar