Kamis, 06 Maret 2014

Menyelam ke Samudra Jiwa dan Ruh

Ini adalah Sinopsis dari buku karangan dari Prof. Agus Mustofa, seorang pakar tasawuf dan sains, dalam bukunya yg berjudul " Menyelam ke dalam Samudra Jiwa dan Ruh" Jiwa dan Ruh Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dibingungkan oleh pemahaman akan jiwa dan ruh. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa jiwa dan ruh itu berbeda maknanya. Masyarakat meyakini bahwa jiwa manusia itu berada di balik hati nurani. Mereka meyakini pula jika di saat kita tidur, ruh kita terbang dan ruh itu nantinya akan kembali pada kita jika Allah menginginkan. Sementara, sebagian masyarakat lainnya menganggap bahwa jiwa dan ruh bermakna sama. Jiwa adalah ruh, dan ruh adalah jiwa. Lantas, manakah yang benar? Apakah jiwa itu? Apakah jiwa memiliki persamaan makna dengan ruh? Benarkah anggapan masyarakat tentang jiwa yang bersemayam di balik hati nurani? Buku “Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh” ini mengajak pembaca untuk memahami perbedaan makna jiwa dengan ruh. Pemaparan-pemaparan mengenai jiwa dan ruh detail serta kebenarannya terpercaya karena didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan beberapa buku referensi lain. Pembaca diyakinkan bahwa potensi jiwa berada di balik kemampuan otak. Dengan kata lain, kekuatan otak merupakan kekuatan jiwa. Hal ini tersurat dalam buku tersebut (hal:157). Sementara, ruh adalah suatu anugerah dari Allah yang dimiliki oleh manusia. Ruh merupakan anugerah yang besar karena setiap ruh (baca: ruh manusia) mewarisi sebagian sifat-sifat Allah. Maha Suci dan Maha Besar Allah atas segala sesuatu yang dikehendakiNya. Man arafa nafsahu, waman arafa rabbahu. Barangsiapa mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya. Sudahkan kita mengenal diri kita sendiri? Mengenal jiwa dan ruh kita? Pokok pikiran-pokok pikiran berikut akan membantu dalam mengetahui lebih jauh serta memahami, apa sebenarnya jiwa dan ruh. Dimanakah keberadaan jiwa dan ruh? Apakah hubungan jiwa dengan mekanisme kerja otak? Pengertian Umum Jiwa dan Ruh Jiwa adalah dzat di dalam diri kita yang memiliki kemampuan untuk memilih. Sedangkan ruh adalah dzat yang menyebabkan munculnya kehidupan pada benda-benda mati sekaligus menularkan sifat-sifat ketuhanan kepadanya. Dengan ditiupkannya ruh, maka sesuatu yang tadinya mati, tak bernyawa, menjadi ada atau hidup. Allah mengimbaskan sebagian dari sifat-sifatNya kepada manusia lewat ruh, sehingga disamping bersifat hidup, manusia juga memiliki kehendak, kasih sayang, keikhlasan, dan sifat-sifat lain yang membuat manusia berderajat lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya yang hanya terimbas sifat hidup saja. Perbedaan Jiwa dengan Ruh 1. Berdasarkan subtansi Dalam QS. A Nahl (16):78, QS. Yusuf:22, QS. Al Insaan (76):1, dan QS. Asy Syam (91):7-10 dijelaskan bahwa jiwa merupakan dzat yang labil kualitasnya. Bisa naik, turun, kotor, bersih, dan seterusnya. Perkembangan kualitas jiwa seseorang terjadi seiring dengan pengalaman hidup, ilmu, dan umurnnya. Sementara, ruh dalam QS. Al Hijr (15):29, QS. Tahrim (66):12, QS. As Sajdah (32):9 digambarkan sebagai dzat yang selalu baik, suci, dan berkualitas tinggi. Bahkan merupakan ‘turunan’ dari Dzat Ketuhanan. Tersurat dalam buku (hal: 22). 2. Berdasarkan fungsi Jiwa adalah ‘sosok’ yang bertanggung jawab atas segala perbuatan kemanusiannya. Jiwa memiliki kebebasan untuk memilih kebaikan atau keburukan dalam hidupnya. Pertanggungjawaban itu akan dipikul oleh jiwa ketika ia dikembalikan ke badannya pada hari kebangkitan kelak. Berbeda dengan jiwa, ruh merupakan anugerah Allah yang menularkan sebagian sifat-sifat Allah. Dengan ditiupkannya ruh, saat itulah manusia dapat bernafas. Intinya, ruh berfungsi sebagai ‘sesuatu’ yang menjadikan manusia itu hidup dan jiwa merupakan ‘sosok’ penentu setiap pilihan dalam kehidupan. Perbedaan makna jiwa dengan ruh dapat kita lihat dalam kegiatan sehari-hari. Tatkala seseorang terlelap dalam tidur, hembusan nafas dan detak jantungnya masih terdengar karena yang ditahan oleh Allah adalah jiwanya, bukan ruhnya. [QS. Az Zumar (39):42] 3. Berdasarkan sifat Jiwa berpotensi dapat merasakan kesedihan, kegembiraan, ketenangan, dll. Sedangkan ruh bersifat stabil. Ruh adalah kutub positif dari sifat kemanusiaan sebagai lawan dari sifat setan yang negatif. Keberadaan jiwa dan ruh Posisi Jiwa berpusat di otak, yaitu pada sektor-sektor tertentu di dalam otak. Lantas dimanakah posisi ruh? Sebagaiman kita ketahui bahwa sel merupakan unit terkecil kehidupan. Setiap sel mampu melaksanakan aktifitas kehidupan, seperti respirasi oleh mitokondria, sekresi oleh kompleks golgi, serta proses pencernaan oleh lisosom. Selanjutnya sel-sel itu bersatu membentuk jaringan-organ-sistem organ-organisme, yaitu manusia, alias kita. Secara tidak langsung kita telah menemukan jawaban bahwa ternyata ruh itu bersemayam di setiap sel tubuh. Subhanallah! Dalam buku disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur tanah dan kemudian meniupkan sebagian RuhNya kepada badan itu. Maka hiduplah ‘bahan organik tanah’ menjadi badan manusia. Akibat dari bersatunya badan dan ruh, sejak saat itu pula mulai aktiflah jiwa manusianya. Jadi jiwa dalah ‘akibat’. Jiwa muncul akibat interaksi antara ruh dengan badan. Jiwa dapat mengikuti petunjuk ruh lantas menuju pada kebaikan atau justru tertarik pada badan yang cenderung mengtuhankan hawa nafsu dan menggiring manusia pada keburuka Jika kita mengumpamakan aktifitas tubuh manusia sama dengan aktifitas robot, maka ruh-manusia itu bagaikan suatu operating system robot. Sementara jiwa sama halnya dengan program aplikasinya. Dan pusat pengendalian program aplikasi tersebut berada di ‘otak’ robot yaitu CPU. Dari pengandaian tersebut, jelaslah bahwa jiwa itu bersemayam di otak. Sebagaimana suatu program aplikasi yang bersemayam dan dikendalikan oleh CPU sebagai otak komputer. Berdasarkan pemahaman itu, kita tidak dapat mengelak lagi jika kekuatan otak merupakan penentu kekuatan jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan pada sel-sel otaknya, tentu akan terguncang kesehatan jiwanya. Entah besar atau kecil skala kerusakan sel-sel otak itu berdampak pada besar atau kecilnya gangguan kesehatan jiwanya. Orang yang ‘bermasalah’ dengan jiwanya, yang lebih umum kita sebut dengan ‘gila’, dalam penanganan medisnya, tidak hanya melibatkan dokter psikis atau dokter jiwa, namun juga mendapatkan intervensi dokter syaraf. Secara tersirat kesimpulan kita terbukti, jika kekuatan jiwa erat kaitannya dengan kekuatan otak. Seorang korban kecelakaan yang mengalami kerusakan pada syaraf-syaraf penciumannya, menyebabkan ia tidak mampu lagi membedakan bau benda-benda di sekelilingnya ataupun aroma masakan. Syaraf penciumannya tidak dapat mengolah dengan baik setiap implus bau atau aroma yang dikirim oleh indera penciuman, yaitu hidung. Coba bayangkan, bagaimana menderitanya orang tersebut! Bagaiman perasaanya?! Sangat tersiksa pastinya. Tidak menutup kemungkinan, jiwanya terguncang dalam persentase yang kecil atau bahkan besar. Jadi sekali lagi, kesehatan otak adalah kesehatan jiwa. Kelebihan, Kekurangan, dan Kebermanfaatan Buku Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh Buku “Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh” selain membantu kita dalam memahami akan makna jiwa dan ruh, juga memberikan beberapa manfaat pada kita antara lain: pertama, kita menjadi semakin tahu dan mengagumi betapa Maha Besar dan Maha Kuasa Allah S.W.T. atas apa yang diciptakanNya sebab dengan terbuka, penulis menuturkan kesempurnaan manusia sebagai ciptaaan Allah dibandingkan makhluk lainnya; kedua, kita dapat merenungi akan diri kita (manusia) serta memahami lebih jauh akan tempat atau keberadaan jiwa dan ruh dalam tubuh kita; ketiga, setelah mengetahui bahwa kita adalah makhluk yang sempurna, akan membangun rasa syukur pada Allah SWT. Ingin lebih lengkapnya monggo silakan baca sendiri.

1 komentar: